ARTICLE

Saturday, April 25, 2009

Konsistenlah Memburu Energy Alternatif

Sumber : Harian Bernas-Kolom Wacana
Dr. Ir. Ramli Sitanggang, MT

Pengalaman tahun tahun yang silam telah membuktikan bahwa kenaikan harga BBM, praktis berimbas terhadap hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat. Apalagi terhadap persoalan ekonomi bangsa ini, terasa sekali. Ini logis, karena praktis kegiatan ekonomi menjadi lebih mahal ongkosnya dan tidak menentu. Ekplorasi migas bumi yang sebegitu intens mengakibatkan stok yang semakin sedikit jumlahnya, karena bahan bakar ini bukanlah bahan terbarukan. Yang jelas, permintaan akan jumlah migas dunia akan naik terus dikarenakan industri-industri kimia sangat memerlukannya untuk berbagai produk, termasuk industry reforming dunia yang berkembang pesat. Tidak ada kata lain, kecuali akan naik harganya karna akan habis walaupun itu secara perlahan dan tidak sama dengan loncotan permintaan migas bumi. Dalam konteks ini, berbagai solusi sudah direncanakan dan dilakukan pemerintah untuk jangka pendek misalnya konversi bahan bakar minyak tanah menjadi bahan bakar gas bumi (elpiji) untuk menghemat subsidi dan sekaligus menjamin kelangsungan kegiatan ekonomi masyarakat di berbagai sektor. Perlu diketahui walaupun gas elpiji ini merupakan alternative yang sangat memungkinkan sekarang ini tetapi gas ini katagori bahan bakar tidak terbarukan. Artinya ketahanan penyediaan energy dari sisi gas elpiji pun perlu diantisipasi ketersediaannya apakah mampu bertahan sebagai bahan bakar untuk jangka menengah dan panjang ?. Kalau tidak, setelah itu apa lagi yang akan terjadi? Apa solusi yang harus dilakukan kedepan agar tetap pada koridor berkeadilan sesuai UU energi yang telah dibuat pemerintah. Pandangan yang sangat strategik kedepan ini masih relevan melakukan “gerakan penyediaan energi alternative terbarukan“ sesuai dengan peta jalan energi skuriti dunia. Adapun, status bahan bakar saat ini dan konversi bahan bakar cair ke bahan bakar gas elpiji dapat dijadikan sebagai momentum yang tepat membangun paradikma konversi konsumsi bahan bakar dari berbasis migas bumi kepada bahan bakar alternatif terbarukan. Pada kenyataannya, konsep ini sudah terbukti mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan migas bumi di negara negara maju. Inilah yang seharusnya dikembangkan di Indonesia dengan mana Indonesia memiliki sumber bahan bakar alternatif yang melimpah dan sangat potensial untuk mengatasi persoalan energi nasional. Jadi, dalam hal ini konsistensi percepatan pemanfaatan sumber daya energi alternatif menjadi solusi konversi energy yang pasti bukan?. Memang persoalan yang urgen yang perlu dipertimbangkan pada pengelolaan energi alternatif terbarukan, sudah terjadi persaingan dan terus berlangsung hingga hari ini terutama di negara-negara maju, seperti Amerika, Eropah, bahkan Cina dan sebagian negara-negara di Amerika Latin. Persaingan yang sangat tampak lebih condong kepada persaingan teknologinya. Menguasai teknologi energi alternatif terbarukan merupakan target yang harus dicapai oleh negara, terutama sekali untuk proteksi keamanan konversi energi berbasis migas bumi menuju energi alternatif terbarukan. Hal ini juga menjadi pelajaran kedepan untuk memulai melihat peta dunia tentang pengelolaan energi alternatif dan sekaligus pengembangan teknologi yang dapat dioperasikan dengan energi alternatif. Langkah praktis yang bisa ditempuh tentu saja harus secara konsisten mengembangkan teknologi energi alternatif itu sendiri, baik untuk teknologi penghasil bahan bakarnya maupun alat pengguna bahan bakar.
Indonesia sebagai negara yang memiliki SDA yang berlimpah, perlu segera menggarap konteks ini. Konsistensi mengerjakan penciptaan tehnologi sangat diperlukan dengan tidak melupakan pengelolaan yang berkeadilan, berkelanjutan dan terpadu serta berwawasan ramah lingkungan. Mengapa hal ini perlu disegerakan? Sultan Hemangkubuwana X ketika memberi makalah pada ketahanan energi di UPN ”Veteran” Yogyakarta, mengatakan bahwa berkurangnya sumber energi fosil harus bisa mendorong penggunaan energi alternatif lainnya yang bersifat massal, murah dan aman. Beliau menambahkan keperluan energi alternative sangatlah besar tidak dapat ditunda tunda. Target kebutuhan energy, secara rata rata hampir 60% energy pada sector transportasi. Pemenuhan keperluan bahan bakar yang sangat besar ini memerlukan waktu konversi yang lama karena pengadaan teknologi dan penerapannya seperti, modifikasi mesin bakar dan Fuel cell untuk menggantikan bahan bakar migas sampai 100% dengan bahan bakar alternative terbarukan.
Pada masa transisi dari penggunaan bahan bakar migas bumi kepada penggunakan bahan bakar alternatif, pemerintah melakukan prinsip konversi minyak tanah menjadi gas mungkin pengendalian dari stok yang menjadi pertimbangan utama sedangkan harganya tetap mengikuti penurunan harga migas bumi seperti halnya premium dan solar. Kalau harga minyak tanah lebih tinggi dari premium dan solar nampaknya kurang sesuai. Mengapa demikian?, kalau dulu terdengar dieceran minyak tanah dicampur dengan bensin sebelum dijual. Sekarang bisa terjadi bensin dicampur minyak tanah untuk keperluan masak atau bensin dicampur solar untuk menggati minyak tanah keperluan dapur karena lebih murah. Jadi dapat terjadi persoalan lain yang ujungnya pemerintah mengeluarkan biaya untuk pengendaliannya. Selain itu prinsip efisiensi, karena tingkat biaya produksi bahan bakar minyak dan gas bumi nampaknya sangatlah besar. Pemerintah seyogyanya konsisten memberi perhatian yang sangat khusus pada sektor ini. Pasalnya, bahan baku (cude oil) diimport dari beberapa negara. Cude oil tersebut diproses di Indonesia memakai kilang-kilang yang kebanyakan sudah tua, sehingga tingkat resikonya menjadi tinggi. Selain itu, kualitas cude oil sekarang ini tidak menentu. Kalau diproses dengan kilang kilang yang sudah tua, tentu kos produksinya tinggi dan kalau dipaksakan untuk memproduksi BBM, maka resikonya sangat besar. Dalam hal ini, diperkirakan tenaga yang diperlukan untuk pengilangan BBM akan lebih besar berbanding tenaga yang diperlukan untuk menghasilkan bahan bakar alternatif. Jika seandainya pemerintah mempertahankan jalur ini, peluang Indonesia sangat kecil untuk membangun cadangan penyangga energi baik dari segi jenis, jumlah, waktu, dan lokasi cadangan penyangga energi. Harga energi alternatif sulit menentukan nilai keekonomian yang terjangkau dan berkeadilan. Sebaliknya jika, mempertahankan keseriusan untuk membangun teknologi penghasil bahan bakar alternatif, modifikasi mesin transportasi dan pengembangan SPBU BBM menjadi SPBU BBA dan hal ini dilakukan sedini mungkin, maka krisis energi yang mungkin muncul di masa mendatang dapat ditangkis.

0 Comments:

blogger templates | Make Money Online